Legenda Banyuwangi
Konon dahulu kala terdapat sebuah Kerajaan yang kaya raya adil dan makmur yang di pimpin oleh Raja yang sangat bijaksana dan arif. Sehingga rakyatnya hidup rukun damai berkecukupan. Murah sandang, murah pangan karena tanahnya yang terkenal subur. Kerajaan itu terletak nan jauh di sana, Yaitu terletak di ujung timur pulau Jawa. Tepatnya kira-kira Jawa Timur Paling timur yang berbatasan dengan selat Bali. Rajanya yang bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya ia dibantu oleh seorang Patih yang gagah berani, arif, tampan dan bertanggung jawab yang bernama Patih Sidopekso. Patih Sidopekso beristri wanita yang cantik bak bidadari dari kayangan bernama Sri Tanjung sangatlah mempesona elok parasnya, halus budi bahasanya sehingga membuat sang Raja tergila-gila padanya. Prabu Sulah kromo punya niat jahat yaitu ingin melamar istri dari Patih Sidopekso dia juga seorang patih di kerajaannya sendiri. Maka suatu ketika agar tercapai hasrat jahat sang raja untuk membujuk dan merayu Sri Tanjung maka muncullah akal jahatnya dengan memerintah Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa. Maka dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, sang Patih berangkat untuk menjalankan titah Sang Raja. Sepeninggal Sang Patih Sidopekso, sikap tak senonoh Prabu Sulahkromo dengan merayu dan memfitnah Sri Tanjung dengan segala tipu daya dilakukannya. Namun cinta Sang Raja tidak tersampai dan Sri Tanjung tetap teguh pendiriannya, sebagai istri yang selalu berdoa untuk suaminya. Sang raja marah besar dan panas membara di dada Sang Raja ketika cintanya ditolak mentah-mentah oleh Sri Tanjung.
Karena kesaktiannya Patih Sidopekso ia dapat menyelesaikan tugas yang diberikannya, maka dia kembali dengan selamat di kerajaan. Sekembali dari misi tugasnya, ia langsung menghadap Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul lagi, memfitnah Sri Tanjung, dengan menyampaikan bahwa sepeninggal Sang Patih pada saat menjalankan titah raja meninggalkan istana, Sri Tanjung mendatangi dan merayu sang Raja untuk mengajak bertindak serong dengan Sang Raja.
Tanpa berfikir panjang, Patih Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak beralasan.
Pengakuan Sri Tanjung yang lugu dan jujur membuat hati Patih Sidopekso semakin panas menahan amarah dan bahkan Sang Patih dengan berangnya mengancam akan membunuh istri tercinta itu. Diseretlah Sri Tanjung ke tepi sungai bagaikan menyeret seekor hewan layaknya , pada sungai yang airnya keruh dan kumuh. Namun sebelum Patih Sidopekso membunuh Sri Tanjung, ada permintaan terakhir dari Sri Tanjung kepada suaminya, sebagai bukti kejujuran, kesucian dan kesetiannya ia rela mati dibunuh oleh suami tercinta, dan agar jasadnya diceburkan ke dalam sungai keruh itu, apabila darahnya nanti membuat air sungai berbau busuk maka dirinya telah berbuat serong, tapi jika airnya nanti di sungai berbau harum maka ia tidak bersalah atau memang dirinya suci.
Patih Sidopekso tidak mau mendengar lagi ucapan istrinya yang lugu. Bahkan dia tidak bisa menahan diri dan tidak menghiraukan, maka ia segera menghujamkan keris ke dada Sri Tanjung. Saat itu darah mengalir dari tubuh Sri Tanjung dan Sri Tanjung mati seketika. Mayat Sri Tanjung segera diceburkan ke sungai dan tiba-tiba air sungai yang keruh dan berbau itu berangsur-angsur menjadi jernih seperti kaca berkilauan serta menyebarkan bau harum, bau wangi. Patih Sidopekso terhuyung-huyung, jatuh dan ia jadi linglung, tanpa ia sadari, ia menjerit menangis sejadinya menyesali kejadian ini kalau istrinya tidak bersalah "Banyu..... ... wangi............... . Banyu wangi ... .." Banyuwangi terlahir dari bukti cinta sejati seorang istri pada suaminya tercinta. Banyu artinya air, Wangi artinya harum. Air yang bercampur darah yang menyebarkan bau harum karena kesucian cintanya seorang istri yang setia kepada suaminya yang ikhlas dibunuh oleh suaminya sendiri.
Apa pesan karakter yang terdapat pada cerita ini.
Nilai kejujuran tetap dipegang teguh walau taruhan nyawa.
Oleh : Taryono Pelabuhan Canggu